Rabu, 06 April 2011

Petunjuk Kehidupan


Menuju satu abad yang belum bernama, menuju satu harapan yang terjanji oleh Sang Pemilik Segala. Aku terseok ditengah perjalanan, dihempas badai, dibakar matahari, membeku oleh hujan es lalu hancur berkeping-keping oleh sambaran petir. Tapi aku belum mati. aku masih menjalani kehidupan, compang camping dan berbau karena aku berkubang dalam limbah kehidupan yang carut marut tanpa tatanan, hal hal busuk dan munafik yang bertebaran, manusia menyembah maha keuangan. Menggadaikan keayuan ciptaan Sang Pemilik Segala dengan lembar lembar kertas yang dijuluki uang, menukarkan harga kemanusiaan dengan recehan logam yang juga dijuluki uang. Wahai, seratus truk tronton uangpun tak pernah bisa menukar harga keagungan ciptaan Sang Pemilik Segala, tapi lihat, betapa bodohnya manusia, membiarkan dirinya diperbudak oleh ciptaannya sendiri, menghamba pada lembar-lembar kertas. Alangkah meruginya.

Ketika secercah cahaya itu datang, sebenarnya sangatlah terang benderang bagi mata yang bisa menatap. Cahaya diatas cahaya, yang membuat mata bisa melihat satu petunjuk kehidupan yang tak ada keraguan didalamnya, yang akan membawa kita pada satu jalan menuju satu kehidupan indah yang dijanjikan oleh Sang Pemilik Segala, satu abad yang belum bernama. Kusadari Sang Pemilik Segala memberiku mata yang sempurna, namun terkadang kebodohanku yang terlalu sibuk dengan basa basi busuk duniawi yang tiada habisnya, menghalangi mataku melihat cahaya itu. Tanpa cahaya, bagaimana aku bisa membaca petunjuk kehidupan?? Alangkah bodohnya. Alangkah meruginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar