Sabtu, 19 November 2011

Kisah Sepasang Pendekar

Hingga detik ini, aku belum juga menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan dirimu. Seperti melihat dua jiwa dalam satu raga. Belum juga berubah, setelah semua yang terjadi. Masih menjadi pahlawan sekaligus sosok yang menakutkan buat aku. Perjalanan panjang itu sebenarnya cukup untuk mengembalikan ingatan-ingatan di masa lalu, cukup membuat airmataku menetes dan sempat terbetik setitik sesal atas apa yang terjadi. Ingin aku menjamah dan meringankan bebanmu, tapi sekaligus juga rasa ketakutan membuatku menahannya. Satu nyanyian membuatku tersenyum, satu nyanyian berikutnya membuatku teriris sedih. Selalu ada disaat aku membutuhkanmu,  namun juga selalu ada kesalahanku dimatamu. Begitu mudah kita berbagi tawa, begitu mudah kita membagi kisah, namun begitu mudah juga hal remeh kita pertengkarkan. Aku merasa akulah yang selalu mengalah, namun dirimu juga merasa dirimulah yang selalu mengalah. Mungkin kita sama-sama sekeras batu. Entah. 

Kita, seperti sepasang pendekar, gagah berani menempuh perjalanan tuk menemukan kitab pusaka kehidupan,  menghunus pedang menghadang musuh bersama-sama, membagi jurus, menyerang dan bertahan, melewati jurang dan pegunungan, melibas semua tantangan. Namun saat sampai diujung pencapaian, kita seperti manusia yang kehilangan tujuan, sibuk bertempur membela kedirian dan kehilangan kebersamaan. Entah.

Ingin ku berbulat tekad, takkan menolehmu lagi, namun ternyata tak mungkin. Ada tanda hidup yang membuat aku terkadang harus memandang sekeping jiwa dengan dua sisi yang berbeda. Entah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar