
Hari-hari pertama, fasilitas yang aku butuhkan belum lengkap, menambah berat isi kepalaku. Belum ada kendaraan, ke kantor mesti harus menunggu jemputan teman. Belum ada laptop, jadi kalo malam hanya bengong ndengerin suara jengkerik. Belum lagi melihat kenyataan kondisi tim dan area yang aku pimpin, benar-benar membutuhkan konsentrasi tinggi dan kecerdasan serta kecermatan tersendiri. Seminggu pertama, aku konsentrasi memikirkan tempat tinggal. Sedih rasanya, benar-benar terasa terasing. Beruntung, dibantu teman-teman dari kantor akhirnya aku menemukan tempat tinggal yang lumayan, dengan ibu kost dan tetangga kost yang baik. Selalu ada pertolongan disaat kita membutuhkan, percaya saja.
Satu persatu bisa teratasi, semua tak lepas dari support penuh dari para senior dan team. Akhirnya, aku mulai enjoy dengan keadaan. Walaupun tentu saja rasa kangen pada anak-anak tetap saja acapkali mendera. Namun dengan seluruh kesibukan semua bisa teratasi. Akhirnya aku bisa menikmati setiap jengkal aspal yang aku lewati ketika aku melakukan kunjungan ke lapangan dan mulailah aku menemukan keindahan-keindahan Bali yang selama beberapa hari ini tertutup beban pikiran. Pura, penjor, bangunan-bangunan banjar, bapak-bapak pecalang, menjadi suatu hal yang akrab.
Beruntung aku datang beberapa hari setelah perayaan Galungan dan Kuningan, sehingga masih bisa melihat "sisa-sisa" perayaannya, berupa Penjor yang berdiri megah dimana-mana. Begitu membekas dalam ingatanku, entah kenapa, Penjor yang berjajar di sepanjang jalanan Banjar Dalung, terlihat asri dan hangat. Lalu ketika burung-burung mengerumuni penjor untuk memakan padi yang dirangkai hingga ujungnya, terasa begitu mencerminkan bahwa negri ini gemah ripah loh jinawi. Bali, aku harus menempa diriku, aku harus berdiri tegak walau akarku tak kuat disini, seperti penjor itu. ^_^