Setiap perjalanan selalu memberikan pelajarannya masing masing.
Seperti halnya perjalanan-perjalananku sebelumnya, demikian juga kali ini, Surabaya-Yogya yang kesekian kalinya aku tempuh, mengajarkan tentang sesuatu hal.
Aku cukup beruntung mendapatkan tempat duduk favoritku, di belakang supir persis, aku suka karena biasanya ruang gerak kaki lebih lega, dan tentu pandangan mataku tak jauh beda dengan ketika aku mengemudikan sendiri kendaraanku, karena mengemudi adalah salah satu kegiatan yang menyenangkan bagiku. Ransel aku taruh di bawah, menutup ac, memasang headset, lalu aku melihat tempat dududk di sebelahku yang masih belum terisi penumpang sambil berdoa dalam pikiran saya, “Ya Tuhan mudah-mudahan nanti yang duduk di sebelah saya orangnya asyik.” Di Terminal Bungurasih malam itu cukup banyak calon penumpang yang mengantri masuk, satu persatu naik ke bus dan memilih tempat duduknya masing-masing, hampir penuh, tapi sebelahku belum juga ada yang duduk, hingga akhirnya ada seorang ibu dengan perawakan agak gemuk berkaus merah dan celana ¾ santai seperti biasanya ibu-ibu yang biasa naik bus, dia bertanya, “ kosong ini mbak?” “Oh, iya bu, kosong silakan..” Aku mempersilakan beliau duduk, sambil sekilas melihat tas kantong kain yang dibawa. Lalu aku asyik menonton streaming online acara talent search di televisi yang sedang seru. Kebetulan aku lagi suka banget karena coaches acara itu memang singer keren dan legendaries.
Sejenak aku asyik dengan gadgetku, dan kulihat ibu sebelah juga sibuk dengan handphonenya. Aku duduk santai banget, cenderung koboi malah, satu kaki kutumpangkan diatas ranselku dan aku sadar aku belum berbicara lagi dengan sebelahku hingga acara streaming diinterupsi oleh iklan. “Tujuannya kemana ibu?” Beliau dengan ramah menjawab, “ke Jogja Mbak, Mbak kemana?” “Saya ke Jogja juga, ibu tujuannya kemana Jogjanya?” “Saya kurang tahu alamatnya,” “Oh, nengok saudara atau liburan bu?” aku nanya sok tahu. “ Saya mau ngisi seminar mbak, kebetulan saya ahli dalam penanganan gigitan ular.” O..o… sejenak aku terperangah, hah,,, pikiranku spontan berbuah pertanyaan, “ ibu pawang ular?” “Bukan mbak, saya dokter.” Aku masih meneruskan sok tahuku (kalo inget malu banget), “ ooh, ibu dokter hewan?” dan akhirnya ibu dokter itu dengan sabar menjawab aku, “saya dokter manusia mbak, saya dokter umum yang mengambil spesialis kegawat daruratan, kebetulan saya satu-satunya dokter yang mendalami tentang gigitan ular dana penanganannya, “ bla…bla… bla…. Beliau bercerita panjang, bahwa beliau mengawali karir sebagai kepala Puskesmas di Bondowoso, Jawa Timur lalu sempat di RSUD setempat, dan sekarang berdinas di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur di Bagian Penanganan Bencana, dan beliau adalah salahsatu perwakilan WHO. Nah, beliau ke Jogja ini dalam rangka memberikan seminar ttg Penanganan Gigitan Ular di Fak Biologi UGM. Ups…. OMG. Mungkin Bu Dokter, yang malam itu, di bis itu tidak mau aku panggil Dok, itu melihat ke-melongo-anku langsung menjelaskan, “Saya tadi sebenarnya sudah disediakan tiket kereta api, tapi karena saya harus rapat dulu dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Jatim, dan baru selesai rapat jam 19.00, sehingga saya ketinggalan kereta. Tapi bagi saya tidak masalah, toh kalau diluar pulau sudah biasa naik kendaraan seadanya, kadang dulu di Kalimantan malah numpang truk.” “oh, begitu ya Dok…” jawabku. “Jangan panggil Dok, panggil saja Mbak Ma, “ kata beliau.
Maka perjalanan Surabaya –Jogja selama kira-kira tujuh jam itu menjadi perjalanan yang sangat asyik, kami berbicara segala hal, mulai dari bisa ular, gigitan ular hingga penanganan kebencanaan di negeri ini. Banyak sekali pengetahuan aku dapatkan dari Ibu Dokter Maha (Nama Beliau). Dan kami sepakat, bahwa banyak kegawat daruratan dalam bencana juga diakibatkan oleh peran karakter orang-orang yang kurang bagus dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Seperti penanganan yang asal-asalan, mentality yang money oriented, dan sebagainya. Menarik sekali. Dan yang pasti, aku yakin, ini bukan suatu kebetulan. Ini adalah jawaban dari do’a saat sebelum berangkat tadi, sebelah saya orangnya asyik. Thanks GOD. Tak henti bersyukur sepanjang jalan, bahwa begitu baiknya Tuhan. Pelajaran pertama yang kupahami.
Setelah rehat di Ngawi, bis kembali berjalan menuju Jogja, setelah beliau mempersilakan aku untuk datang di acara seminar beliau besok di UGM lalu Ibu Dokter beristirahat setelah menurunkan sandaran kursinya. Aku belum bisa tidur. Lalu aku sadar, betapa rendah hatinya beliau, dan aku merasa sangat malu pada diriku sendiri. Saat itu aku langsung teringat tentang pelajaran rendah hati yang sudah sangat seringkali diajarkan guruku, OMG, ini rupanya pelajaran rendah hati yang ditampilkan dalam versi yang benar-benar tak terpikirkan olehku. Dalam hati aku berkata, Tuhan terimakasih pelajaran ini, dan aku juga berterimakasih sekali pada guru yang mengajarkanku tentang kerendahhatian.
Pukul 04.00 wib sampailah kami di Jogja, namun kami turun di pemberhentian yang berbeda, aku turun terlebih dahulu. Ibu Dokter dengan keramahan beliau kembali mengundangku untuk datang di seminar beliau. Sesampai di rumah aku masih memikirkan kejadian barusan. Untuk memuaskan penasaranku, aku browsing tentang dokter Maha, dan aku kembali terkaget kaget, memang nggak main-main, ternyata beliau adalah dokter spesialis emergency yang sudah bergelar doktor. Oke, aku memutuskan, untuk datang di acara beliau siang nanti.
Sabtu siang, menjelang berangkat ke seminar, aku membeli buku SOUL Reflection, aku berniat memberikan buku ini kepada beliau sebagai wujud terimakasih atas pengetahuan-pengetahuan baru yang beliau bagikan dan terutama tentang pelajaran rendah hati yang bisa aku petik dari beliau. Kenapa SOUL Reflection yang aku pilih, ya, karena aku merasa buku ini sangat cocok dengan perilaku yang beliau tujukkan.
Di Auditorium Fakultas Biologi siang itu, aku kembali melihat sosok beliau yang begitu berwibawa di depan audience, begitu expertnya beliau. Dari pojok belakang, aku berbisik dalam hati, Terimakasih pada Tuhan dan terimakasih pada guruku yang selalu mengajarkan agar kami selalu menjadikan siapapun yang kami temui sebagai guru-guru kehidupan juga, terimakasih karena hari itu aku benar-benar belajar tentang kerendah hatian dari seorang yang telah memiliki jabatan birokrat yang dengan santai mau naik kendaraan umum tanpa keluhan, dan tetap ceria sepanjang perjalanan. Biarlah semakin banyak pemimpin bangsa kita yang berkarakter budiman dan rendah hati, yang benar-benar mengabdikan jabatannya untuk kemanfaaatan banyak orang. Aamiin.
with all respect & thanks to Dr. dr. Tri Maharani, MSi.,SpEm